Kamis, 28 Februari 2013

Silau dalam kegelapan "Cerita kolaborasi"

Cerita kolaborasi aku denganGloo Paputungan........


Taksi yang mengantarku telah beberapa saat lenyap dari pandangan. namun, diriku yang masih belum beranjak dari pintu depan gedung menjulang ini rupanya telah mengusik pandangan petugas keamanan yang berdiri di area taman di sisi sebelah kanan gedung. Aku memang sedang tertegun. Seperti terpaku. Rasa kagum dan khawatir saling berlomba mendominasi hati. Kagum dengan lantai bersih mengkilap yang sedang ku pijak, kagum dengan kemegahan bangunan ini, kagum dengan orang-orang yang berpakaian bagus yang melintas di depanku, dan takjub dengan gaya rambut mereka yang menata poninya bak talang air yang menjulang seperti gedung ini.
Sementara aku, yang pagi tadi merasa sangat cantik dalam balutan rok panjang berwarna merah marun bertabur motif kupu-kupu kecil, dan memadunya dengan kaus berenda berwarna putih, sepintas malah tampak senada dengan bendera negara ini yang berkibar ditopang tiang di taman depan gedung ini. Tak mengapa, ini pilihan pakaian terbaikku untuk menempuh jarak ratusan kilometer demi menemui sahabatku di alamat ini. Walaupun, perlahan aku mulai disesaki rasa cemas dan khawatir akan tersesat di tempat sebesar ini. Tatapan mata bapak berbadan tegap itu pun semakin menambah rasa mulas yang menjalari perutku karena bisikan rasa panik.
Sesaat aku mematung dan terdiam.Aku tercengang dan sedikit berfikir,apa mungkin ini yang di sebut surga oleh para orang orang dunia.
Tapi,nampaknya mereka yang disini sediktpun tak menikmati surga itu.Padahal,aku yang pertama kali berada di sini merasakan sedikit kalau surga itu ada disini.
Ah,aku ini.
Aku kembali melihat kanan dan kiri,sepertinya tak ada satupun orang yang memperhatikan ku.
Namun tak lama seorang anak kecil derambut ikal menepuk pergelangan tangan ku.
Aku tahu,dari tampang bocah kecil ikal ini,sepertinya dia memang bukan peminta minta,namun apakah gerangan yang membuat dia menepuk pergelangan tangan ku.
“Hey,jangan sayang..”Seorang perempuan muda namun sangat keibu ibuan mendadak mendekati aku.Sepertinya perempuan ini adalah ibu anak ikal ini.
“Maafkan anak ku yah,dia memang begini”ucapnya.Aku melihat ke arah bocah kecil itu.”Habis tante ini cantik sih..”Aku cuma tersenyum.Aku kira tidak ada yang memperhatikan aku,tapi ternyata masih ada juga yang memperhatikan aku walau hanya seorang bocah kecil,namun aku tahu bocah ini berbicara jujur. “AKU DIBILANG CANTIK…” Batinku.
Aku justru tersenyum lega. Mereka akan jadi malaikat penolongku. Begitu pikirku.
 
“Ibu akan menuju ke dalam?” Ujarku sedikit gugup, karena bapak itu telah berada beberapa langkah di dekatku.
“Ya. Ada yang bisa saya bantu?” Ibu itu bertutur ramah. Aku senang.
“Saya baru tiba dari luar kota. Ingin menemui
teman saya di tempat ini. Namun saya sedikit bingung harus memulai darimana untuk bisa bertemu dengannya.”
Ibu itu tampak berempati dengan kepolosanku. Dia menggandeng tanganku, mengajakku masuk ke dalam gedung. Aku pun menunjukkan secarik kertas yang bertuliskan beberapa angka dan huruf. Kata ibu itu, ini adalah nomer ruang apartemen dari sahabatku, Tias.
“Ahh,syukurlah…”batinku dan sedikit sumringah.Aku mengikuti ibu itu dan anak nya naik ke lantas atas dengan lift.kami sedikit mengobrol,dan ternyata ibu ini juga ingin bertemu dengan tias.
“Aku tak pernah tahu kalau tias punya sahabat kamu,siapa namamu tadi aku lupa…”tanyanya padaku.”Shesila bu…”jawabku “tapi,ibu panggil aku sila saja….”Aku tahu semua orang memang susah menyebut namaku,kecuali mereka tahu panggilan ku,dan akan ingat dengan pancasila.Sila ke 1,sila ke 2,hingga ke 5 mereka suka mengejek namaku.
“ya sudah,kamu jangan panggil aku ibu,panggil saja aku meta”ucapnya.
“Aku panggil kak meta saja ya,biar aga sopan..”ucapku.
Kami akhirnya sampai juga di pintu apartemen tias.
Tak lama setelah pintu di keto,tias membuka pintu dan memeluk ku.
“sila,kamu ke sini ga ngabarin aku…”ujar tias histeris dan menyuruku masuk ke dalam apartemen nya.
Ruangan dalam nya memang indah,di tambah hias hiasan dinding juga perabot rumah nya yang aku yakin harganya sangat mahal.
Dan seketika aku kaget,melihat pria tampan yang duduk di sofa tias.
Pria yang tidak asing lagi wajahnya,pria yang aku kenal dan yang aku cintai selama lebih dari 3 tahun ini,dan mendadak hilang tanpa kabar.Dan sekarang pria itu duduk di sofa tias.
Pria itu,pria yang aku cintai.tertuduk lemas,
Aku tak mengerti mengapa dia ada di sini,dan untuk apa dia ada di sini.
Dan mengapa tias tak pernah memberitahukan ini kepadaku.Padahal,tias sahabat ku ini adalah orang yang paling tahu.
Dan sekarang aku tak mengerti,benar benar tak mengerti.
Haruskah aku bahagia atau marah pada saat seperti ini.entahlah.
Kaki ku sudah sangat lemas,mataku sudah mengeluarkan linangan air mata.
Aku segera menyadari sikapku yang sedikit berlebihan ini. Ini bukan waktu yang tepat untuk menunjukkan ekspresi kesedihan. Sekuat tenaga ku ganti topeng kesedihan dengan tawa bahagia. Aku bahagia bertemu dengan sahabat lama. Kami pun saling bertukar cerita. Bernostalgia. Sambil sesekali saling melirik satu dengan yang lainnya tanpa tahu apa maksud lirikan itu. Mungkin kami memang berpura-pura tidak tahu. Hari mulai beranjak gelap. Malam segera tiba. Kak Meta dan anaknya yang mulai mengantuk berpamitan pulang lebih dulu. Mereka adalah penghuni apartemen ini juga. Satu lantai di bawah ruangan ini. Mereka sangat akrab dengan Tias, sudah seperti keluarga. Dika, laki-laki yang lebih memilih tidak banyak berbicara ketika berhadapan dengan aku dan Tias, pun menyusul langkah kak Meta dan anaknya, untuk segera kembali ke rumahnya. Tinggal aku dan Tias.
Setelah menuntaskan makan malam di jam sepuluh malam. Tias berpamitan untuk mandi. Aku terkejut juga mengapa dia masih memikirkan mandi di malam hari yang mulai larut ini. Seharusnya kami sudah bersiap-siap melesak ke dalam selimut. mataku pun sudah sangat berat. Namun aku tak juga melempar tanya padanya. ku simpan saja di dalam hati.
Satu jam berselang, aku benar-benar terpedaya kantuk. Tias berdiri di hadapanku dengan sangat canmtik jelita. Mengenakan gaun mini tanpa lengan, berwarna biru gelap. Bias kerlip yang menghiasi bajunya sedikit menyilaukan mataku. Bibirnya merah menyala. Dan sepatunya, menjulang tinggi.
” Sila, maaf, aku harus kerja. Kamu tidur saja. Aku akan bawa kunci cadangan apartemen.” Senyummu benar-benar terlihat tulus. Berbeda dengan parasku yang terperangah tak mengerti.
“Ker..kerja? di jam segini?” Aku mengerjap melihat jam dinding di belakangku.
“Kerja apa, Tias?” Aku melanjutkan tanya.
Tias tidak menjawab pertanyaanku.
Dia mengangkat dering telepon selulernya dan pergi begitu saja sambil sibuk berbicara di telepon selulernya dengan seseorang di ujung sana.
Entah siapa yang sedang mengajak nya mengobrol,mungkin teman kerjanya.Tapi,mengapa dia harus bekerja di waktu malam.
Bukankah perempuan tidak wajar keluar malam.
Aku tidak mau mengerti,tapi aku kan sahabatnya..Wajarkah kalau aku ingin tahu tentang dia,apa dia akan tersinggung.
Aku menjadi tidak mengantuk lagi. Rasanya aku ingin berjalan-jalan saja mengelilingi ruangan ini. Semua tampak mewah dan mahal. Aku mengelus sepatu-sepatu milik Tias yang berjejer rapi seperti serdadu perang di dalam lemarinya yang luasnya lebih besar dari kamarku di rumah. Baju dan tas miliknya beraneka warna terbungkus rapi dalam kertas pembungkus bening. Hebat Tias. Mungkin ini semua karena kerja kerasnya, walaupun harus berjibaku dengan gelapnya kota di malam hari.
Aku tiba di sisi teras luar apartemen. Ku sibak tirai putih dan menarik tuas pada pintu kaca. seketika angin malam langsung menusuk kulitku. Dari atas sini, ku saksikan lampu-lampu kota yang terlihat gemerlap. Aku yakin, Tias sedang berada di satu sudut kota. Sejenak terlintas dalam pikiranku, apakah dirinya tengah larut dalam hingar bingar metropolitan? Apakah pekerjaannya berada pada jalan gelap atau terang? Aku menjadi sedikit pusing dengan pertanyaan-pertanyaan ini.
Dua jam berlalu, dan aku masih di tempat yang sama. Beberapa saat kemudian aku dikejutkan oleh ketukan pintu.Tias kah?
Tapi,bukankah tadi tias bilang dia sudah memegang kunci duplikat..Lantas,siapa yang mengetuk?
Aku ragu membuka pintu.Namun,naluri keingin tahuan ini mendadak muncul.
Aku menyambar kunci yang menggantung di dinding, membuka pintu perlahan dan seketika aku terkejut karna mendapati 2 orang laki laki tegap berdiri dihadapanku.
Aku fikir mereka penjahat.Namun,tak lama 2 orang laki laki ini menunjukkan tanda pengenalnya.
Mereka berdua ternyata anggota dari kepolisian.
Mereka tiba di hadapanku untuk membawa satu kabar. Bahwa, Tias, sahabatku, telah menjadi korban pembunuhan di salah satu hotel oleh seorang pria yang belum diketahui identitasnya.
Pandanganku menggelap. Segelap semua tanya yang sejak tadi hadir dalam pikiranku, tanpa satu titik terang untuk sebuah jawaban. Pekerjaanmu telah membuatmu berada dalam ruang yang lebih gelap dari yang pernah kamu temui, Tias

Tidak ada komentar:

Posting Komentar